BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPENDAHULUAN
Fiqh merupakan sesutau yang tidak akan pernah selesai dibahas sampai kapanpun juga, hal ini dikarenakan fiqh akan selalu ada selama masalah kehidupan manusia masih ada, sedangkan masalah adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, selama manusia hidup maka masalah akan terus mengikuti. Oleh karenanya fiqh dibuat untuk mengatur seluruh kehidupan manusia, fiqh akan terus berkembang seiring masalah (muskilah-muskilah) yang bermunculan masa sekarang dan yang akan datang.
Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.
Fiqih merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian islam baik di Indonesia maupun di dunia pada umumnya. Dalam lingkungan institut agam Islam negeri, dan perguruan tinggi negeri islam lainnya. Fiqh dikembangkan sebagai bidang ilmu dan keahlian. Disamping itu fiqh dipelajari dan mendasari dibidang keahlian lainnya. Oleh karena itu fiqh dituntut untuk, dikembangkan agar bidang ilmu itu memiliki makna bagi pengembangan ilmu dan pengembangan keahlian untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia.
Perkembangan ilmu fiqh bermakna mengembangkan berbagai unsur ilmu, yakni unsur substansi, unsur informasi, dan unsur metodologi. Berdasarkan manfaatnya yang sangat luar biasa ini bagi kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesama dan manusia dengan semua makhluk ciptaan Allah, maka amat penting untuk mengetahui definisi dari ilmu fiqh dari berbagai mdzhab, kelompok atau golongan, dan ulama’serta kaidah-kaidah fiqh itu sendiri sebagai dasar pemahaman kita, dalam memahami fiqh lebih jauh lagi.
1.2 Rumusan masalah
1) Apa pengertian fiqh secara etimologi dan terminologi?
2) Bagaimana kedudukan fiqh dan kaitannya dengan syari’at
3) Apa contoh-contoh kaidah fiqh?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian fiqh secara bahasa (etimologi) dan Istilah (terminologi)
2) Untuk mengetahui kedudukan fiqh dan kaitannya dengan syari’at
3) Untuk mengetahui contoh-contoh kaidah fiqh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fiqh etimologi dan terminologiPEMBAHASAN
Fiqih menurut secara etimologi berarti paham, pengertian, dan pengetahuan, seperti pada firman Allah sebagai berikut:
Artinya:
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
Dalam terminologi Islam fiqh mengalami proses penyempitan makna, apa yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi kemudian karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi. Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam fiqh berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, Sedangkan Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin Fiqh adalah Ilmu furu’ yaitu mengetahui hukum Syara’ yang bersifat praktis amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci .
Syarah/penjelasan definisi ini adalah:
Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.
Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.
Dalil-dalil yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh.
Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang bersifat dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr, dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak, Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja. Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.
Definisi fiqh menurut ustadz abdul hamid hakim, dalam kitab Sulam, antara lain: “fiqh menurut bahasa berarti paham, maka tahu aku akan perkataan engkau artinya faham aku” dan “fiqh menurut istilah ataun ketetapan ialah mengetahui hukum-hukum agama islam dengan cara atau jalannya ijtihad”
Definisi fiqh yang dikemukakan oleh para pengikut Imam Syafi’i ialah yang artinya “ilmu yang menerangkan segala hukum-hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafshily)”
Sedangkan definisi mernurut ibnu khaldun, dalam muqaddimah Al- Mubtada Wal khabar ialah, yang artinya “fiqh itu ialah ilmu yang dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf baik yang makruh dan yang harus (mubah) yang diambil (distimbatkan) dari Al-kitab dan As sunnah dan dari dalil-dalil yang telah ditegaskan syara’ seperti qiyas umpamanya. Apabila dikeluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dari dalil-dalilnya maka yang dikeluarkan itu diberi nama fiqh
Pengertian fiqh menurut Imam Al-Ghozali, yang artinya: fiqh adalh hukum syara’ yang tetap bagi orang mekalaf. Sedangkan Al-Badahsyi dan Al-Syafi’i mendifinisikan sebagai berikut, yang artinya fiqh adalah ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang dihasilkan dari dalil-dalil yang terperinci.
Menurut fazlurrahman, sebagaimana dikutip A. Qodri Azizy, istilah fiqh mengalami perubahan perkembangan yang mencakup setidaknya tiga fase:
1. Istilah fiqh berarti paham (fahm) keduanya merupakan dua kata yang sinonim. Dalam bahasa arab disebutkan artinya : “Si fulan tidak memahami atau mengerti”.
2. Fiqh yang berarti “fiqh dan ‘ilm” yaitu suatu pengetahuan yang mengacu pada (knowladge) yang mana artinya menjadi identik dan oleh karena itu, kita dapat istilah “ilmu agama” atau “fiqh” tentang materi agama
3. Fiqh berarti “suatu jenis disiplin dari jenis-jenis pengetahuan islam atau ilmu Keislaman”, ada yang menyebutkannya dengan hukum positif Islam “ Ilmu hukum Islam”.
Definisi ilmu fiqh secara umum adalah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syari’at atau hukum islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individual maupun yang berbentuk masyarakat sosial. Ilmu fiqh merupakan ilmu yang sangat besar gelanggang pembahasannya, yang mengumpulkan berbagai ragam jenis hukum Islam dan bermacam rupa aturan hidup,untuk keperluan seseorang, segolongan dan masyarakat, dan se Umum manusia
Jadi secara umum Ilmu fiqh dapat disimpulakan bahwa jangkauan fiqh itu sangat luas sekali, yaitu membahas masalh-masalh hukum islam dan peraturan peraturan yang berhubungan manusia
Secara Istilah fiqh mengandung dua arti yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’dan ijtihad dan arti yang ke dua fiqh adalah hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama digunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).
Hasbi ash shiddiqey (1962: 17) menyatakan bahwa fiqih adalah “ segala hukum syara’ yang diambil dari kitab dan sunnah rasul SAW. Dengan jalan mendalamkan faham dan penilikan yakni dengan jalan ijtihad dan instinbat” berdasarkan pengertian ini, menurut hasbi hukum tentang shalat, shaum dan haji tidak dipandang sebagai hukum fiqh walaupun dibicarakan dalam kitab-kitab fiqh. Selanjutnya, makna ilmu-ilmu fiqh menurut beberapa madzhab dapat dilihat dalam Hasbi (1963: 17-23) .
Sementara itu menurut abdul wahhab kallaf (1972: 11) menyatakan bahwa fiqh merupakan ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Ia juga diartikan sebagai hukum yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang rinci. Apabila fiqh diindentifikasi sebagai ilmu, maka dinyatakan secara deskriptif. Ia merupakan wacana intelektual tentang penataan kehidupan manusia dengan mengguanakn cara berpikir tertentu. Apabila diidentifikasi sebagai hukum, maka dinyatakan secara prespektif. Ia merupakan kumpulan hukum, atau sebagai salah satu dimensi hukum islam, yakni produk pemikiran fuqaha yang dijadikan salah satu patokan dalam penataan kehidupan manusia.
Jadi berkenaan dengan pengertian fiqh yang telah dipaparkan diatas maka pengertian fiqh yang disajikan mencakup kedua dimensi diatas. Pertama, fiqh sebagai bagian dari unsur normatif dalam entitas kehidupan, khususnya dikalangan umat islam.
Kedua, Fiqh berada dalam struktur sosial dan berkembang melalui proses dialogis dalam memecahkan masalah hukum yang menuntut penyelesaian segera. Demikian pula produk pemikiran fuqaha tenteng syari’ah sebagaimana terdokumentasi dalam kitab-kitab fiqh, yang kemudian dijadikan rujukan normatif dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Fiqh sebagai ilmu, merupakan seperangkat cara kerja sebagai bentuk praktis dari cara berfikir terutama cara berfikir taksonomis dan cara berpikir logis untuk memahami kandungan ayat dan hadits hukum (Bisri, 2003: 8).
Hukum islam sebenarnya tidak lain adalah fiqh Islam atau syari’at Islam, yaitu : “ hasil daya dan upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”
Al Qur’an dan As sunnah melengkapi sebagian besar dari hukum-hukum Islam dalam bidang fiqh. Kemudian para sahabat dan tabi’n menambahkan dalam hukum-hukum itu, aneka hukum yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sering mucul di tengah masyarakat dimana hukum-hukum islam bersifat umum yang dapat diterapkan dalam perkembangan hukum islam menurut kondisi dan situasi masyarakat. Ibnu Rasyd berkata:
“sesungguhnya Islam tidak menunjukkan pada hukum (tasyri’) fiqh pada kebanyakannya, melainkan dengan cara yang umum sebgaimana dalam nash adakala Qath’iyah yaitu ketika nash itu tidak menerima selain dari satu tafsir dan adakala dhanniyah dapat menerima lebih dari satu tafsir”
Hukum fiqh itu adalah hukum yang terus hidup, sesuatu dengan dinamika masyarakat. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus. Oleh kerenanya fiqh akan senantiasa berkembang, dan perkembangan itu merupakan tabi’at hukum Islam yang sesuai dengan kejadian dan peristiwa yang ada, khususnya dalam bidang muammalah yang tidak terhingga.
Menurut pengertian para ulama, ushul Fiqh adalah Ilmu yang membahas tentang dalil- dalil fiqh secara global, tentang metodologi penggunaannya serta membahas tentang kondisi orang-orang yang menggunakannya .
Dari pengertian di atas, bisa kita simpulkan bahwa Ilmu Ushul Fiqh mempunyai tiga bidang garapan :
1. Dalil- dalil fiqh secara global ( Reverensi Penelitian )
2. Metodologi penggunaan dalil- dalil tersebut. ( Metodologi Penelitian)
3. Kondisi orang-orang yang menggunakan dalil-dalil tersebut, yaitu par mujtahid .
2.2 Pengertian syari’at
Syari’at dalam pengertian etimologi adalah jalan ke tempat mata air, atau tempat yang dilalui air sungai, sedangakan syari’at secara terminologi adalah seperangkat norma Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan makhluk lainnya dialam lingkungan hidupnya.
Secara etimologis atau bahasa syari’at mempunyai dua pengertian:
1. syari’at adalah jalan yang lurus
2. syariat adalah tempat (sumber) mengalirnya air yang dipakai untuk minum diantaranya perkataan orang Arab: maka unta itu berjalan, ketika unta itu mendatangi tempat atau sumber air.
Secara terminologi atau istilah syari’at menurut ulama’ kontemporer pada awalnya juga bermakna hukum fiqh atau hukum islam yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf. Muhammad salabi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syari’at adalah sesuatu yang dirujuk kepada sejumlah hukum Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang terekam dalam Al Qur’an dan juga dalam As sunnah Nabi saw. Syari’at adalah sebuah lingkaran besar yang mencakup dalam orbitnya semua perilaku dan perbuatan manusia.
Definisi syari’at menurut attahanawi adalah: yang bererti syari’at ialah hukum-hukum yang disyari’atkan Allah untuk hamba-hambanya yang didatangkan oleh seorang Nabi, baik berpautan dengan cara mengerjakan amal yang dinamai far’iyyah alamiah yang untuknyalah di dewankan ilmu fiqh maupun yang berpautan dengan i’tiqad yang dinamai ashliyah i’tiqadiyah yang untuknyalah didewankan Ilmu kalam. Syari’at itu dinamai pula dengan addien dan Millah.
Diantara keistimewaan fiqih Islam yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir. Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.
2.3 Kedudukan Fiqh dalam Kaitannya Dengan Syari’at.
Kedudukan, fungsi atau peranan fiqh adalah sebagai alat kelengkapan hidup manusia guna dijadikan pedoman hidupnya, baik dalam kehidupan masyarakat atau kehidupan pribadi. Ilmu fiqh mengambil bagian bidang hukum yang berkaitan dengan unsur ibadah, muamalah, uqubah dan sebaginya yang bersifat amaliyah. Dengan demikian, dapat dipahami dengan mempelajari fiqh kita dapat membedakan yang mana yang baik yang mana yang buruk atau mana yang diperbolehkan oleh agama atau yang dilarang oleh agama.
Kemanapun manusia tidaklah sama dan tentunya terbatas. Fiqh merupakan suatu produk ijtihad yang tidak mampu dihasilkan oleh setiap orang. Bahkan oleh Allah SWT menjelaskan bahwa dia telah melebihkan sebagian atas sebagian yang lain. Kelebihan yang dimaksud ada yang bersifat ilmu, harta dan lainnya.
Perbedaan antara fiqh atau kalimat yang mempunyai akar ......,......,...... .dapat ditemukan di dalam Al-qur’an sebanyak 29 kali, 39 yang pada umumnya, berarti” paham, memahami, mengerti atau understanding” fiqh pada dasarnya merupakan hasil ijtihad fuqaha yang sudah barang tentu hal-hal yang masuk kategori ibadah, pengaruh atau intervensi fuqaha tidak sebanyak hal-hal yang masuk kategori mu’amalat.
Kedua, Syariat yang berakar dari kata ....,.....,...., ditemukan dalam Al-quran sebanyak 50 kali. Istilah syari’at semula mencakup aspek kehidupan (berupa akidah, hukum dan akhlak), kemudian mengalami reduksi dan hanya berkaitan dengan perilaku manusia, namun masih tetap apa yang datang dari Allah.
Abu ameenah B ilal Philips dalam bukunya ”The Evolution of Fiqh” menjelaskan secara detai antara fiqh dan syariat, menurut beliau perbedaan antara fiqh dan syariat adalah; Pertama, syariat itu merupakan bentuk hukum yang diwahyukan dan terdapat dalam Al-quran dan Sunnah, sementara fiqh merupakan bentuk hukum yang dideduksi dari syariat untuk menjelaskan situasi tertentu, namun tetap pada batas-batas yang ditetapkan syariat.Kedua, syariat itu pasti dan tidak dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana dia diterapkan. Ketiga, sebagian besar hukum syariat itu bersifat umum, sementar fiqh lebih bersifat khusus, karena fiqh berusaha bagaimana prinsip-prinsip syariat itu dapat diterapkan dalam kondisi dan situsasi dimana hukum dilaksanakan .
A. Hasan menggambarkan lebih detail lagi tentang perbedaan dua istilah ini, menurut beliau bahwa syariat selalu mengingatkan manusai akan wahyu, akan ’ilm (pengetahuan) yang tidak pernah diperoleh tanpa adanya Al-quran dan Hadizt; sedangkan dalam fiqh ditekankan penalaran dan deduksi yang dilandaskan pada ’ilm terus menerus dan dikutip dengan persetujuan. Jalan syariat digariskan oleh Allah dan Rosul-Nya; sengaja fiqh ditegaskan oleh manusia. Dalam fiqh satu tindakan dapat digolongkan pada sah atau tidak sah, yajuzuu wala ...... , boleh atau tidak boleh dalam Syariat terdapat berbagai tingkat pembolehan atau pelarangan.
Contohnya:
Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah: 6)
Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan terhadap hari akhir, sebagaimana firman-Nya:
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.” (QS. An naml: 3)
Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh lainnya, yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat Fiqhul Manhaj hal. 9-12) Fiqh islam meliputi segala aspek kehidupan manusia. Bahkan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.
Kalau kita memperhatikan kitab-kitab fiqih yang mengandung hukum-hukum syari’at yang bersumber dari Kitab Allah, Sunnah Rasulnya, serta Ijma’ (kesepakatan) dan Ijtihad para ulama kaum muslimin, niscaya kita dapati kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang kesemuanya membentuk satu undang-undang umum bagi kehidupan manusia baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. Yang perinciannya sebagai berikut:
a) Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah.
b) Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya. Dan ini disebut dengan Fikih Al Ahwal As sakhsiyah.
c) Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut Fiqih Mu’amalah.
d) Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Siasah Syar’iah.
e) Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai Fiqih Al ‘Ukubat.
f) Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan Fiqih As Siyar.
g) Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak.
Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat, dimana semua hukum fiqh islam ini kembali pada empat sumber yaitu Al Qur’an, As sunnah, Ijma’ sahabat dan Qiyas.
2.4 Contoh-Contoh Kaidah Fiqh
Kaidah fiqh dalam struktur hukum Islam
1. Sumber : Qur’an dan Sunnah
2. Ushul Fiqh
Metodologi dalam memahami dan menggali dalil (ayat dan teks)
Dari kedua sumber
Dalil pendamping yang digunakan :
Ijma’, Qiyas, itihsan, Istishab, masalah mursalah, madzhab sahabat
Hukum umat terdahulu.
3. Fiqh
Hukum amaliah dari kedua sumber
Yang dilakukan oleh mujtahid sejak generasi sahabat hingga kini
Substansi:
Munkahah, ibadah, mawarits, muammalah
Jiniyah, siyasah, aqdiyah
4.kaidah fiqh
Induksi dalam menyimpulkan rincian substansi fiqh
Dalam bentuk pernyataan yang sederhana
Sebagai panduan bagi pelaksana dan kepentingan umum
Sebagaiman diperagakan dalam gambar di atas menunjukkan ciri-ciri kaidah fiqh sebagai berikut :
a) Dalam unsur hukum islam sebagai satu kesatuan sistem (islamic law sistem) terdiri dari empat unsur. Unsur pertama adalah sumber hukum, yakni Al Qur’an dan As sunnah, yang memuat berbagai dalil normatif. Unsur kedua adalah ushul fiqh, yang memuat berbagai kaidah ushul untuk diaplikasikan dalam penggalian hukum dari dalil normatif itu. Unsur ketiga adalah fiqh yang rinci. Mencakup beberapa bidang (ibadah, munakahah, mawarits, muammalah, jinayah, siyasah, dan aqdhiyah). Unsur keempat adalah kaidah fiqh, yang disimpulkan dari substansi fiqh.
b) Proses penggalian dan perumusan substansi fiqh dan kaidah fiqh syarat dengan penggunaan kaidah logika verbal (ilmu mantik: bukan matematika atau statistika). Fiqh dideduksi dari dalil dalam keduasumber dengan menggunakan kaidah ushul, yang secara operasional dilakukan dengan metode istinbath hukum.
c) Kaidah fiqh merupakan suatu produk cara berfikir induksi dalam mengabstraksikan rincian substansi fiqh dengan mempertemukan “titik” persamaan dan menyisihkan titik perbedaan. Ia dirumuskan sebagai kaidah umum, atau berlaku secara umum atau mayoritas, kaidah fiqh mentoleransi adanya pengecualian, walaupun dalam batas-batas tertentu. Berkenaan dengan hal itu, A Djazuli (2002) menyatakan bahwa dengan adanya kaidah fiqh akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah yang sangat rumit dan akan lebih arif dalam menerapkan hukum.
d) Substansi kaidah fiqh merupakan teori yang menunjukkan hubungan dua konsep atau lebih. Tetapi dalam konteks ilmu fiqh. Ia, merupakan unsur metodologioleh karenaitu, kaidah fiqh dapat disebut sebagai tori instrumental ahmad nuriadi asmawi, mengilustrasikan bahwa fiqh bagai bangunan tinggidan megah, yang memliki beberapa menara tinggi. Teori (Al-Nazariyah Al-fiqhiyah), bagaikan menara yang menjadi komponen bangunan yang megah itu. Sedangkan kaidah-kaidah fiqh ( fiqh legal maxim) bagaikan tiang-tiang penyangga dari menara-menara itu. Ia menetukan garis perjalan, batasan dan aplikasi rincian fiqh.
e) Kaidah fiqh dirumuskan dalam bntuk pernyataan yang beragam: pernyataan deskriptif dan pernyataan reskriptif, pernyataan positif dan negatif, dan juga Pernyataan alternatif. Pernyataan itu tertulis secara tunggal, yang amat singkat, lugas dan sederhana, seolah-olah antara kaidah yang satu dan yang lain terpisah, tanpa saling berhubungan. Oleh karena itu, kaidah fiqh amat mudah untuk diaplikasikan untuk perumusan hukum baru yang bersifat persial, antara lain oleh Mufqi dan Qadhi (hakim).
f) Kaidah fiqh dapat dipilah menurut cakupannya ada kaidah fiqh yang cukup luas cakupannya.
g) Perumusan kaidah fiqh merujuk kepada substansi fiqh dari beragam madzhab fiqh.
Sekedar contoh aplikasi dari kaidah fiqh :
1. Setiap perkara tergantung kepada maksudnya (al umur bimaqashidiha), diaplikasikan dalam pasal 2 (akibat dari transaksi khusus harus sesuai dengan tujuan dari transaksi tersebut); pasal 3 (hasil akhir dari akad harus sesuai dengan maksud dan tujuannya, bukan dengan kata-kata atau kalimat).
2. Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan (al yaqin la yu zal bi al- syak), diaplikasikan dalam pasal 4 (suatu keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan).
3. Kesulitan mendatangkan kemudahan (al ,masyaqah tajlib al taysir), diaplikasikan dalam pasal 17 (kesulitan melahirkan kemudahan, yakni kesukaran adalah penyebab keringanan dan ketika adanya kesulitan, pertimbangan harus diberikan)
4. Kemudharatan harus dihilangkan (al dharar yuzal), diaplikasikan dalam pasal 20 (kemudharatan harus dihilangkan); pasal 21(kemudharatan membolehkan hal-hal yang dilarang), pasal 22 apa yang dibolehkan karena kemudharatan harus dipertimbangkan oleh kadar kemudh ratan tersebut), pasal 25 (suatu kemudharatan tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang sama), pasal 30 (menolak kemudharatan lebih didahulukan daripada meraih keuntungan), pasal 31 (kemudaratan sedapat mungkin harus dihindarkan).
Dari beberapa contoh kaidah fiqh, dapat disimpulkan bahwa kaidah fiqh dapat digunakan untuk memahami dan menyimpulkan ketentuan dalam konstitusi. Ketiaka dilakukan amandemen UUD 1945 kedua tahun 2000, Adjazuli dkk. Mengajukan usulan perubahan beberapa pasal, dengan mengaplikasikan kaidah fiqh, secara filosofis secara ketentuan dalam konstitusi itu diarahkan untuk mencapai maslahah, adalah, rahmah dan hikmahsebagai nilai-nilai dasar dalam kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 KesimpulanPENUTUP
Pengertian fiqh secara etimologi adalah “paham” sedangkan secara terminologi fiqh adalah Ilmu furu’ yaitu mengetahui hukum Syara’ yang bersifat praktis amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Kedudukan fiqh dan kaitannya dengan syari’ah adalah sebagai alat kelengkapan hidup manusia guna dijadikan pedoman hidupnya, baik dalam kehidupan masyarakat atau kehidupan pribadi. Ilmu fiqh mengambil bagian bidang hukum yang berkaitan dengan unsur ibadah, muamalah, uqubah dan sebaginya yang bersifat amaliyah. Dengan demikian, dapat dipahami dengan mempelajari fiqh kita dapat membedakan yang mana yang baik yang mana yang buruk atau mana yang diperbolehkan oleh agama atau yang dilarang oleh agama.
Contoh kaidah fiqh atau ushul fiqh merupakan Induksi dalam menyimpulkan rincian substansi fiqh dalam bentuk pernyataan yang sederhana sebagai panduan bagi pelaksana dan kepentingan umum. Kaidah fiqh dapat digunakan untuk memahami dan menyimpulkan ketentuan dalam konstitusi.
3.2 Saran
Makalah yang kami susun adalah tentang definisi atau pengertian-pengertian fiqh dan masih merupakan awal dari seluruh pembahasan tentang matakuliah studi fiqh ini. Maka masih perlu di kembangkan dan di susun makalah yang lebih spesifik lagi dalam membahas fiqh, misal perlu disusun makalh tentang sumber-sumber fiqh, contoh-contoh fiqh dan kaitannya dengan permasalahan yang ada saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar