Minggu, 01 Januari 2012

ibadah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah merupakan bukti bakti manusia kepada Allah karena didorong dan dibandingkitkan oleh aqidah dan tauhid. Ibadah juga sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Ketentuan ibadah termasuk salah satu bidang ajaran Islam di mana akal manusia tidak perlu campur tangan, melainkan hak dan otoritas Allah sepenuhnya. Yang menjadi dasar utama dalam masalah ibadah ialah mengatur sebaik-baiknya cara manusia berhubungan dengan Tuhannya atau cara manusia mengabdikan diri kepada Tuhan yang telah menciptakannya sesuai dengan ajaran yang diturunkan Allah kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam ibadah ini menyangkut ibadah shalat, puasa, zakat dll.
Dalam kehidupan manusia sebagai manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja. Manusia juga membutuhkan keperluan jasmani, seperti makan, minum, pakaian dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya, dia harus berhubungan dengan sesamanya dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut masalah muamalah. Jadi muamalah adalah hubungan manusia dengan manusia untuk mendapatkan alat-alat yang dibutuhkan jasmaninya dengan cara yang sebaik-baiknya, sesuai dengan ajaran dan tuntutan agama. Termasuk dalam masalah ini adalah jual beli, pinjam-meminjam, berserikat dalam usaha dan modal dll.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep fiqih dalam ibadah?
2. Apa saja contoh-contoh yang termasuk dalam ibadah?
3. Bagaimanakah konsep fiqih dalam muamalah?
4. Apa saja contoh-contoh yang termasuk dalam muamalah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep fiqih dalam ibadah
2. Untuk mengetahui contoh-contoh yang termasuk dalam ibadah
3. Untuk mengetahui konsep fiqih dalam muamalah
4. Untuk mengetahui contoh-contoh yang termasuk dalam muamalah












BAB II
PEMBAHASAN

Keistimewaan fiqih Islam daripada hukum-hukum(undang-undang) lainnya karena ia meliputi tiga prinsip hubungan manusia yaitu:
1. Hubungan manusia dengan Tuhannya;
2. Hubungan dengan dirinya sendiri; dan
3. Hubungan dengan masyarakatnya.
Isi ilmu Fiqih seluruhnya terjalin dengan baik antara akidah dengan ibadah, akhlak, dan muamalah, untuk menciptakan hati nurani dan rasa tanggung jawab karena selalu merasakan pengawasan Allah kepadanya, baik dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi.
Fikih Islam meliputi pembahasan yang mengenai individu, masyarakat dan Negara, yang meliputi bidang-bidang: ibadat, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kekayaan, warisan, criminal, peradilan, acara, pembuktian, kenegaraan, dan hukum-hukum tradisional, seperti: perang, damai, traktat, dan sebagainya.
Oleh karena itu para ulama membagi fiqih pada garis besarnya dua bagian yang pokok:
- Ibadah
- Muamalah

A. IBADAH
Ibadah yaitu hukum-hukum yang maksud pokoknya mendekatkan diri kepada Allah.
Hukum ini telah ditegaskan di dalam nash dan berkeadaan tetap, tidak dipengarruhi oleh perkembangan masa dan perlainan tempat dan wajib diikuti dengan tidak perlu menyelidiki makna dan maksudnya.
1. Thaharah(Bersuci)
Thaharah ialah mensucikan sesuatu benda dan badan dari najis dan mensucikannya dari hadats. Macam-macam thaharah ditinjau dari dua macam:
a. Thaharah dari Najis yaitu mensucikan diri atau benda dasri najis dan beristinja’.
b. Thaharah dari hadats yaitu mensucikan diri dari hadats besar dan kecil dengan cara mandi, berwudlu atau bertayamum.
2. Shalat
Shalat merupakan suatubentuk ibadah mahdhah yang terdiri dari gerak dan ucapan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
3. Zakat
Zakat adalah pemberian sebagian harta yang sudah mencapai nisab kepada orang fakir dan lain-lainnya(orang yang berhak menerima zakat) tanpa ada halangan syarak yang melarang kita melakukannya.
4. Puasa
Puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar kedua atau fajar shadiq hingga terbenamnya matahari yang dimulai dengan berniat untuk berpuasa, baik hanya pada permulaan masuk bulan Ramadhan, maupun setiap malam dalam bulan puasa.


5. Haji
Haji adalah mengunjungi Mekkah untuk mengerjakan ibadah haji sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Agama Islam.
6. Mengurus Jenazah
Wajib kifayah bagi orang hidup yang merawat jenazah yang meliputi empat masalah, yaitu:
- Kewajiban memandikannya
- Kewajiban mengkafaninya
- Kewajiban menyembahyanginya
- Kewajiban menguburkannya

B. MUAMALAH
Muamalah yaitu hukum-hukum yang ditetapkan untuk menyusun dan mengatur hubungan perorangan dan hubungan masyarakat, atau untuk mewujudkan kemaslahatan dunia. Hukum-hukum ini dapat dipahami maknanya dan selalu diperhatikan urf-urf dan kemaslahatan dan dapat berubah menurut perubahan masa, tempat dan situasi. Oleh karena itu hukum yang mengenai muamalah ini, kebanyakan hukumnya bersifat keseluruhan, berupa kaidah-kaidah yang umumnya disertai dengan illat-illatnya.
1. Ahwalus Syakhsiyah
Ahwalus Syakhsiyah ialah hal-hal yang berkenaan dengan kebutuhan setiap pribadi yang diperintahkan, yang dilarang dan yang dibolehkan oleh Allah swt. yang meliputi:

a. Perkawinan
Sebagai makhluk biologis, maka laki-laki memerlukan perempuan dan sebaliknya perempuan memerlukan laki-laki. Dalam hal ini Islam mengaturnya melalui jalur perkawinan yang sah menuju tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan dalam berumah tangga.
Dalil yang menerangkan tentang perkawinan,
                              
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

b. Hak dan kewajiban Suami-Istri
Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, maka ajaran Islam mengatur hak-hak dan kewajiban antara suami-istri. Dalam hal ini dasar-dasarnya terdapat dalam al Qur’an dan hadits Rasulullah saw. antara lain sebagai berikut:
Keterangan dalam al Qur’an sebagai berikut:
                                             
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Keterangan dalam hadits sebagai berikut:
حق المرأة على الزوج أنيطمعها إذا اكتسى ولا يضرب الوجه ولا يقبح ولا يهجر. رواه الطبرانى والحاكم
“Hak-hak istri terhadap suaminya adalah mendapatkan makanan bila suaminya makan, mendapatkan pakaian bila suaminya berpakaian, dan suami tidak boleh menampar wajahnya, tidak boleh menjelek-jelekkannya dan tidak boleh meninggalkannya.” (HR. At Thabrani dan Al Hakim)

c. Perceraian atau Thalaq
Perceraian adalah ssesuatu kebolehan yang dibenci Allah karena berakibat terlantarnya istri atau anak. Seperti keterangan dalam hadits yang berbunyi:
أبغض الحلال عندالله الطلاق(رواه أبو داود وابن ماجه عن ابن عمر)
“Sesuatu perbuatan halal yang dibenci Allah adalah menjatuhkan thalaq”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah yang bersumber dari Ibnu Umar)
Karena menjatuhkan thalaq mengakibatkan terlantarnya istri atau anak, maka Allah swt. memberi petunjuk supaya tidak terjadi thalaq dengan cara menganjurkan agar mengutus dari kedua belah pihak guna mengikhtiarkan agar ketegangan rumah tangga bisa terselesaikan dengan baik
Tetapi kadang-kadang persoalan itu tidak dapat terselesaikan walau ditangani oleh pihak siapapun, lalu jatuhnya thalaq tidak bisa dihindarkan, maka Allah swt. memberikan petunjuk tentang kode etik menjatuhkan thalaq kepada istri melalui ayat yang berrbunyi sebagai berikut:
 •         •                              •      
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
Berbicara tentang thalaq, maka ada dua masalah yang erat kaitannya dengan hal tersebut yaitu:
 Iddah
Iddah adalah masa menanti hal-hal yang wajib dilakukan oleh perempuan yang ditinggal oleh suaminya, baik ia ditinggal mati suaminya maupun ditinggal hidup suaminya.
• Iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya, ketentuan waktunya empat bulan sepuluh hari,
• Iddah perempuan yang ditinggal hidup suaminya, yang menurut kondisinya berbeda masa iddahnya, yaitu:
- Perempuan yang hamil, masa iddahnya sampai ia melahirkan anaknya.
- Perempuan yang sudah putus masa haidnya dan yang belum pernah haid, maka masa iddahnya tiga bulan.
- Perempuan yang termasuk usia subur, maka masa iddahnya adalah tiga kali masa haid.
 Ruju’
Suami yang telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya, ia boleh ruju’(kembali) kepada istrinya sebelum lepas masa iddahnya bila ia telah menjatuhkan thalaq satu(thalaq raja’i) tanpa memperbaharui perkawinannya.
Tetapi apabila menjatuhkan thalaq dua(bain sughra), maka suami boleh ruju’ dengan ketentuan harus memperbaharui nikahnya dan apabila telah menjatuhkan thalaq tiga(bain kubro), maka boleh ruju’dengan ketentuan:
• Istri harus dikawin oleh laki-laki lain dan dikumpuli
• Istri harus diceraikan oleh suaminya yang kedua dan menunggu sampai lepas iddahnya
d. Hadhanah(mengasuh anak)
Ketika suami-istri bercerai dalam keadaan mempunyai anak, maka dalam Islam ditetapkan sebagai berikut:
• Apabila anak itu belum baligh, maka yang mengasuhnya adalah ibunya
• Apabila anak itu sudah baligh, maka ia harus menentukan pilihannya, apakah ia mau ikut kepada ibunya atau kepada ayahnya
e. Washiyat(pesan)
Washiyat ialah suatu pesan ketika seseorang masih hidup agar apa yang diwashiyatkan dapat dilaksanakan oleh orang yang diberi washiyat ketika ia meninggal dunia.
Memberikan washiyat sebelum meninggal hukumnya mustahab(sunnah).
f. Warisan
Warisan ialah harta peninggalan orang mati yang seharusnya dimiliki oleh ahli warisnya. Al Qur’an menerangkan secara jelas bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan orang mati sebagai berikut:
                              •                       •                       •                                                                            •                             
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
g. Hibah(pemberian)
Hibah ialah penyerahan sesuatu kepada orang lain tanpa meminta imbalan dari orang yang diserahi.
Pemberian berupa hibah, disyaratkan adanya ijab-kabul yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri terhadap orang yang diberikan barang tersebut dengan ketentuan bukan barabg terlarang, dan haram dimintanya kembali.


h. Waqaf
Waqaf ialah menghentikan kekuasaan atas sesuatu benda oleh pemiliknya dan diserahkan untuk kepentingan agama. Benda waqaf tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan dan tidak boleh dijadikan hibah.
i. Shadaqah atau Hadiah
Shadaqah atau hadiah diartikan sebagai pemberian sesuatu terhadap orang lain karena mengharapkan keridhaan Allah swt.
Dari lain segi, kedua istilah ini berbeda yaitu, shadaqah berasal dari orang yang lebih tinggi status sosial dan ekonominya kepada orang yang lebih rendah status social ekonominya, sedangkan hadiah kebalikan daripada itu.
j. Radha’ah(menyusukan anak)
Apabila seorang ibu menyusukan anak dibawah umur dua tahun sekurang-kurangnya lima kali kenyang, maka anak yang disusukan itu termasuk anaknya, baik sebagai anak kandung maupun sebagai anak susuannya.
2. Hukum Perdata(Hukum Sipil)
Hukum perdata ini dimaksudkan untuk mengatur dan memelihara hak dan kewajiban bagi setiap orang terhadap harta benda mereka dalam mu’amalahnya.
a. Jual Beli
Jual beli adalah menukarkan barang dengan barang atu barag dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas dasar kerelaan kedua belah pihak.

b. Salam
Salam adalah jual beli yang barangnya tidak dihadirkan di tempat terjadinya akad, tetapi barangnya sudah diketahui oleh pembelinya dan dibayarkan harganya ketika itu.
c. Khiyar(memilih)
Khiyar adalah kesempatan bagi penjual dan pembeli mempertimbangkan jadi atau tidak jadi barang itu dijual atau dibeli. Macam-macam khiyar ada 3 yaitu: 1) khiyar majlis, 2) khiyar syarat, 3) khiyar ‘aib.
d. Syarikat
Syarikat adalah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam berdagang dengan cara menyerahkan modal masing-masing, yang keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
e. Ijarah
Ijarah diartikan sebagai sewa-menyewa(jasa), upah-mengupah(gaji). Dalam perkara upah-mengupah, tidak dihalalkan melakukan uang kunci atau uang hilang sebab perbuatan ini menganiaya penyewa dan hukumnya pun haram karena uang ini tidak ada imbangannya. Yang ada imbangannya hanyalah uang sewaan dengan barang yang disewa.
f. ‘Ariyah(Pinjam-meminjam)
‘Ariyah adalah meminjamkan sesuatu kepada orang lain tanpa meminta jaminan dari padanya, dengan ketentuan barang yang telah dipinjamkan tidak rusak dan tidak kurang nilainya.
g. Rahn(menggadaikan barang)
Rahn diartikan dengan menggadaikan barang atau meminjam sesuatu dengan cara mengemukakan jaminan(borg). Gadaian ini boleh dilakkukan baik dalam perjalanan maupun tidak, hikmahnya umum sekali, baik dengan benda yang bergerak(dapat dipindahkan), maupun benda yang tidak bergerak.
h. Dhaman(menanggung)
Dhaman adalah menanggung (menjamin) utang seseorang kepada orang lain atau menjamin seseorang akan membayar hutangnya kepada orang lain.
i. Hiwalah(memindahkan hutang)
Hiwalah adalah semacam akad (ijab kabul)
j. Musaqqah(Pembagian Hasil Kebun)
Musaqqah adalah pembagian hasil kebun antara pemilik dengan orang yang menggarapnya menurut perjanjian yang telah diputuskan bersama.

3. Hukum Pidana(Hukum Jinayah)
Hukum Pidana yaitu hukum-hukum yang berkenaan dengan tindakan pidana(kejahatan) dan hukumannya. Ini dimaksudkan untuk memelihara dan melindungi kehidupan manusia dan keamanannya, melindungi harta benda dan kehormatannya, dan mengatur pelaksanaan hukuman terhadap orang yang terpidana.
a. Hudud(Sangsi Hukum)
 Pembunuhan
Pembunuhan yang disengaja menuntut adanya qisas(hukum bunuh) sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
                                         
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
Sedangkan pembunuhan yang tidak disengaja, maka qisas menurut keterangan al Qur’an sebagai berikut:
     •      •                                                      
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
 Pencurian
Pencuri diberi ganjaran hukum sesuai keterangan al Qur’an yang berbunyi:
              
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
 Perzinaan
Penzina mendapatkan ganjaran hukum sesuai keterangan al Qur’an yang berbunyi:
• •  •                         
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
 Menuduh Orang Lain Berzina Tanpa Ada Bukti
Menuduh orang lain berzina tanpa mengemukakan bukti yang lengkap dengan saksinya, maka dikenai hukuman sebagaimana keterangan al Qur’an sebagai berikut:
                    
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
 Minum Khamar(Minuman Keras)
Orang-orang yang sudah meminum arak dan ia mengetahui bahwa arak haram hukunya, hadnya ialah dicambuk(dipukul) 40 kali sampai 80 kali cambuk untuk membuatnya jera.
b. Ta’zir(Tindakan Pengajaran)
Ta’zir termasuk dalam lingkup jinayah(pidana), tetapi sangsi hukumnya tidak setingkat dengan hudud. Karena itu ganjarannya hanya bertujuan member pengajaran saja terhadap pelaku kejahatan.
4. Hukum Tata Negara(Perundang-undangan)
Hukum tata negara yaitu hukum-hukum yang mengatur tentang dasar-dasar pemerintahan(negara), dan sistemnya. Ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat, memilih wakil-wakil rakyat, memilih kepala Negara, dan syarat-syarat bagi seorang pejabat, hak-hak pribadi dan masyarakat, serta kewajiban-kewajiban mereka.
Untuk mengatur suatu pemerintahan yang baik menurut Islam, maka perlu diperhatikan tiga faktor yaitu:
a. Azas Kebijaksanaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
- Prinsip musyawarah
- Prinsip keadilan
- Prinsip persamaan
- Prinsip toleransi
b. Pemerintah
c. Rakyat(masyarakat)

5. Hukum-hukum Perkara
Yang dimaksud dengan hukum-hukum perkara adalah hukum-hukum yang bersangkut-paut dengan peradilan dan tata cara untuk menyelesaikan perkara di peradilan yang dikenal sebagai hukum acara, yaitu hukum formal yang mengatur bagaimana hukum materi bisa ditegakkan.
a. Peradilan
Definisi sistem peradilan ialah, berjalannya proses penegakan hukum dan keadilan oleh lembaga dan personil penegak hukum dalam suatu sistem. Di Indonesia, hal ini dilakukan oleh polri, kejaksaan, KPK, dan badan pengadilan. Ditambah unsur penasehat hukum ( lawyer).

b. Hukum Acara
Hukum acara yaitu hukum-hukum yang berkenaan dengan penuntutan, pemeriksaan, saksi, sumpah, dan pemutusan perkara ini dimakssudkan untuk mengatur cara-cara mengajukan perkara, untuk menciptakan keadilan diantara manusia.
6. Hukum Internasional
Hukum Internasional yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan negara-negara Islam dengan negara-negara lain, baik dalam keadaan perang, maupun dalam keadaan damai. Demikian juga mengatur hubungan kaum Muslimin dengan warga negara non Muslim, yang meliputi jihad, dan berbagai macam perjanjian. Ini dimaksudkan untuk membatasi(menegaskan) jenis hubungan timbal-balik antara berbagai negara.
7. Hukum Ekonomi dan Keuangan
Hukum yang dimaksud adalah hukum-hukum yang mengatur sumber-sumber pemasukan keuangan negara, mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara dibidang keuangan, menetapkan anggaran belanja negara dan mengatur hubungan sosial ekonomi antara orang kaya dengan orang miskin, serta antara pemerintah dengan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Asy Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1999. Pengantar Ilmu Fiqh. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Djafar, Muhammad. 1993. Pengantar Ilmu Fiqhi. Jakarta: Penerbit Kalam Mulia
Mahjuddin. 1991. Pengantar Ilmu Fiqih(Hukum Islam). Pasuruan: PT. GBI Pasuruan
Saleh, Hassan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar